Bengawan Solo Penghubung Jawa Madura

Liputan KOLOM793 views

Tempat munculnya Blacak Ngilo menjadi gua, yang kemudian dinamakan Gua Santana. Waktu Blacak Ngilo muncul, Kanjeng Sunan sudah berada di atas gua yang sekarang menjadi kuburan. Karena Blacak Ngilo sudah merasa kalah sakti dan kelelahan, akhirnya menyerah (sumendhe) dan mengikuti keinginan Kanjeng Sunan Bonang. Tempat itu sekarang dinamakan desa Mendhen.

4. Bengawan Pasar Sore.

Di desa Jipang distrik Panolan, Kabupaten Blora, ada tempat bekas kraton Adipati Jipang bernama Arya Panangsang. Kratonnya terletak di pinggir Bengawan Sala. Di sebelah barat kraton, Bengawan Sala dibedah dan dibuat bengawan baru diberi nama Bengawan Pasar Sore. Aliran air dari bengawan sampai ke sungai Kecing, kemudian menyatu lagi dengan Bengawan Sala.

Sehingga kratonnya dikelilingi bengawan. Semasa hidupnya Arya Panangsang pernah membuat batu yang besar serupa gong. Batu tersebut diceburkan ke Bengawan Pasar Sore. Perahu-perahu yang lewat di tempat itu harus berhati-hati. Sebab jika sampai menyentuh batu gong, perahunya pasti pecah.

Adapun Arya Panangsang adalah putra dari Pangeran Seda Lepen (putra Raden Patah, Sultan Demak).

Pangeran Seda Lepen wafat ketika masih menjadi Sultan di Demak, dibunuh oleh putra Pangeran Trenggono yaitu Pangeran Prawata. Karena sudah membunuh ayahandanya yaitu Pangeran Seda Lepen, maka Pangeran Prawata lalu dibunuh oleh Arya Panangsang. Tetapi hati Arya Panangsang masih belum lega hatinya, dan terus memburu putra-putra Pangeran Trenggana.

Tercapailah keinginannya dapat membunuh suami Ratu Kalinyamat. Selanjutnya ingin membunuh Sultan Pajang, tetapi tidak bisa. Ratu Kalinyamat dan istri Sultan Pajang adalah putri Sultan Trenggana.

Sultan mengetahui niat jahat dari Arya Panangsang. Oleh karena itu Jipang diserang oleh Pajang, dan terjadilah perang. Sebelum peperangan dimulai terdengar suara, siapa yang berani menyeberangi Bengawan Pasar Sore pasti akan kalah perang. Karena sifat dari Arya Panangsang yang berangasan, Bengawan Pasar Sore diseberanginya. Sampai di seberang Bengawan Arya Panangsang ditombak oleh Ki Ageng Pemanahan, mengenai perut sehingga ususnya terburai keluar.

Usus yang menjuntai disampirkan ke kerisnya, tetapi Arya Panangsang belum juga mati, malah mengamuk sejadi-jadinya membuat prajurit Pajang banyak yang mati.

Namun karena kudanya melonjak-lonjak terus, maka kerisnya bergerak-gerak ke atas dan mengenai usus. Ususnya terpotong, akhirnya Arya Panangsang jatuh dan mati. Prajurit Pajang kemudian bersorak-sorai karena memenangkan pertempuran.

Liputan JUGA  Sejarah Seni Sandiwara Ludruk Jawa Timur

5. Tinggang.

Di Bengawan Pasar Sore ada bagian yang dalam atau kedhung. Namanya kedhung Braja yang mendapat aliran air dari sungai Tinggang. Mata airnya berasal dari gunung Ngancik. Dinamakan Tinggang, menurut cerita pada jaman dahulu ada raksasa yang mati terkena panah Kyai Ageng Prange. Raksasa mati dengan kaki terentang.

Luluhnya menjadi Tinggang. Di tempat tersebut masih terdapat tulang yang besar-besar, mungkin tulang raksasa.

6. Bengawan Getas.

Setelah Bengawan Pasar Sore, ada tempat yang juga keramat. Yaitu di tengah-tengah Bengawan Sala, di situ terdapat dua buah pulau yang berjajar.

Jika ada perahu lewat tidak hati-hati, dan menabrak pulau tersebut perahunya bisa pecah atau tenggelam. Sebab jika airnya pasang, pulau itu tidak kelihatan karena tertutup air.

7. Kedhung Wer Pitu.

Di Bengawan Getas juga ada kedhungnya, namanya Kedhung Wer Pitu.

Di situ ada pulaunya, kecil dan tidak terlihat karena tenggelam. Disebut kedhung Wer Pitu, karena pada jaman dahulu jika ada perahu yang lewat di situ, syaratnya harus berputar tujuh kali.

8. Sobrah Pengantin.

Di pedukuhan Semanding desa Kemiri, ada dua batang pohon besar yang tumbuh berjajar di tengah-tengah Bengawan Sala.

Tempat tersebut dinamakan Sobrah Pengantin. Menurut cerita, pada jaman dahulu ada sepasang pengantin yang menyeberang di tempat itu dan hanyut terbawa arus, akhirnya hilang.
Dengan hilangnya sepasang pengantin, tumbuhlah dua batang pohon yang berjajar.

Ada yang mengira jika pohon tersebut terjadi dari pengantin yang hilang. Para tukang perahu jika sedang lewat di tempat itu, harus diam tidak boleh berbincang-bincang. Jika melanggar, perahunya pasti menemui celaka.

9. Kedhung Waliyan.

Di dekat Bengawan Sala ada desa bernama Pethak. Di desa ini ada kedhungnya, namanya Kedhung Waliyan.

Biasanya di kedhung ada penunggunya yang berwujud setan gundul bernama Kyai Singajaya. Tinggalnya di pohon asam besar di pinggir kedhung. Pohon asam tersebut menjadi tempat pemujaan bagi orang-orang yang ingin kaya. Selain di pohon asam. Kyai Singajaya tinggal di pohon ingas yang tumbuh di pinggir bengawan di desa Majenon.

Pohon tersebut juga dijadikan tempat pemujaan, yaitu pada saat orang mempunyai hajat dengan menabuh gamelan harus memberi sesaji tempat itu. Jika tidak memberi sesaji, orang yang punya hajat pasti mendapatkan celaka.

Liputan JUGA  Leluhur Raja Raja Jawa

10. Kedhung Srungga.

Bengawan Sala yang mengalir di dekat dusun Kampak desa Tanggir, ada kedhungnya disebut kedhung Srungga. Di kedhung ini ada seekor buaya yang besar.

Buaya tersebut kejatuhan batu yang besar sehingga tidak bisa bergerak. Selanjutnya buaya ini menjadi penunggu kedhung. Jika musim tanam tiba dan terdengar suara gemuruh dari kedhung tersebut, menurut kepercayaan para petani di desa ini, maka hasil panennya akan berlimpah.

11. Makam Tulung.

Di sebelah barat kota Bojonegoro, letaknya di pinggir Bengawan Sala, ada desa namanya Tulung. Di desa ini ada makam yang dikeramatkan. Adapun yang dimakamkan di tempat ini bergelar Gusti Raden. Yaitu putra Pajang yang kalah perang ketika melawan Mataram.

Adapun pantangan bagi penduduk desa Tulung yaitu tidak boleh minum-minuman keras, semacam arak (ciu) jika dilanggar maka orang tersebut akan gila dan tidak lama kemudian akan meninggal dunia.

12. Makam Buyut Kencana.

Sebelah timur laut dari kota Banjarnegara di pinggir Bengawan Sala bagian utara terdapat gunung kecil, termasuk dalam wilayah desa Banjarsari. Di tempat ini terdapat Makam Buyut Kencana disebut juga makam Buyut Sanga.

Sebab di makam ini, terdapat sembilan makam yang berjajar-jajar. Menurut cerita, yang dimakamkan di tempat ini adalah putra Pajang yang pergi meninggalkan kerajaan.

Perginya bersama dengan seluruh keluarganya dan tinggal di dusun Banjarsari sampai meninggalnya. Makam ini setiap tahun selalu diziarahi oleh penduduk desa Banjarsari : untuk meminta sawab dan berkahnya, supaya selamat dan bahagia hidupnya.

Adapun makam Buyut Hirapati diziarahi oleh orang-orang yang menjalankan perahu supaya tidak diganggu oleh buaya. Asal mula makam Buyut Hirapati diziarahi oleh orang yang menjalankan perahu, menurut cerita seperti tersebut di bawah ini.

Pada suatu hari Nyai Buyut Hirapati diantar oleh anaknya untuk mencuci beras di bengawan. Ketika sedang mencuci beras Nyai Buyut diterkam buaya, dan dibawa masuk ke kedhung Depis desa Sima.

Jauhnya dari dusun Banjarsari kira-kira 6 km. Anaknya melihat jika ibunya dibawa buaya, lalu pulang dan memberitahu ayahnya yaitu Kyai Buyut Hirapati. Ki Buyut mendengar laporan anaknya, bergegas menuju ke bengawan dan terjun ke air.

Saat itu Ki Buyut melihat jika istrinya dibawa buaya. Kemana pun arahnya Ki Buyut selalu mengikutinya. Akhirnya buaya sampai di kedhung Depis. Tidak lama kemudian Ki Buyut juga sampai di kedhung. Melihat ada gua Ki Buyut langsung masuk. Baru menginjak mulut gua, Ki Buyut sudah merasa jika masuk ke dalam alam lain.

Liputan JUGA  Japa Mantra Jawa

Mulut gua berubah menjadi gapura keraton, Ki Buyut tetap meneruskan perjalanannya dan melihat jika gua berubah menjadi kraton yang sangat indah. Sedangkan buaya-buaya yang ada di situ berwujud manusia. Tetapi Nyai Buyut Hirapati berubah wujudnya menjadi ayam betina putih di dalam sangkar.

Ringkas cerita, Ki Buyut bertemu dengan ratu buaya. Ratu buaya melihat kesaktian Ki Buyut menjadi terkesima dan merasa kalah wibawa. Sehingga tidak berani macam macam. Ki Buyut berkata, kedatangannya untuk mengambil miliknya yaitu ayam betina putih yang berada dalam sangkar.

Dan meminta buaya yang sudah membawa istrinya, untuk dihukum. Sang ratu buaya pun mempersilahkan apa yang menjadi kehendak Ki Buyut.

Sambil membawa ayam betina putih Ki Buyut pulang. Sampai di rumah ayam betina putih berubah menjadi Nyai Hirapati. Setelah beristirahat sebentar, sambil membawa gembel dan tali tambang yang besar.

Ki Buyut datang lagi ke kraton buaya. Setiba di sana buaya yang bersalah kemudian lehernya diikat dengan tali serta ditunggangi, diperintah untuk mengantar pulang ke Banjarsari.

Dalam perjalanan mulut buaya selalu dipukuli oleh Ki Buyut dengan gembel, sampai berlumuran darah. Sampai di pinggir bengawan di dekat rumah Ki Buyut, buaya kemudian di bawa naik ke daratan.

Anak cucunya yang menjemput kedatangannya, diperintah untuk memukuli buaya yang baru saja dinaikinya. Mereka pun segera memukuli buaya tersebut. Karena si buaya sudah merasa bersalah dan kesakitan, maka segera minta ampun kepada Ki Buyut.

Tidak akan mengganggu anak cucunya. Dan berjanji, jika kelak kemudian hari buaya tersebut muncul, para anak cucu Ki Buyut jangan ada yang pergi ke bengawan.

Sebab saat itu di bengawan ada buaya lain yang sedang mencari mangsa. Setelah berjanji, buaya diberi ampunan, dan segera pergi masuk ke bengawan. Selanjutnya buaya tersebut menjadi penunggu bengawan. Sehingga jika muncul buaya yang lehernya berkalung hitam, orang-orang desa Banjarsari tidak berani pergi ke bengawan.

Dulu bengawan Solo digunakan untuk tapa brata. Misalnya Sinuwun Paku Buwana IX kerap melakukan tapa ngeli.

(LM-01)

  Banner Iklan Sariksa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *