Banyak halaman-halaman yang besar dalam sejarah umat manusia tentang perjuangan kebebasan dan kemerdekaan. Ini timbul dari keyakinan dan jiwa demokrasi. Manusia berusaha melepaskan batasan-batasan yang dibuat secara arbitrer dan kurang tanggung jawab, misalnya sistem feodalisme, kapitalisme, koloni, sentralisasi dan totalitas.
Mengisi Kemerdekaan dengan Berkarya
Mengisi kemerdekaan memang gaungnya adalah karya. Berkarya menjadi untuk memberi kontribusi tidak hanya kepada diri sendiri, tetapi untuk orang lain, masyarakat dan bangsa. Setiap orang sebagai warga bangsa dapat mengambil peran apa yang menjadi pilihan pekerjaan, profesi, di lapangan pengabdiannya. Peran tersebut tentu baik langsung maupun tidak langsung dapat dirasakan oleh masyarakat. Saya kira sudah waktunya kita menentukan sikap yang konsisten dalam setiap denyut nadi dan aliran darah yang kita peroleh dari bumi pertiwi ini untuk tanah Nusantara.
Kebudayaan kita miliki hari ini juga sudah sepantasnya memperoleh hak yang sama untuk bisa memerdekakan dirinya setara dengan politik dan ekonomi. Kita bisa mempertahankan kondisi budaya daerah tanpa harus mengorbankannya untuk masuk arus globalisasi. Kita mampu mengidentifikasi kebudayaan nasional tanpa harus mencomot budaya bukan Indonesia.
Pemindahan budaya seperti apa yang dimaksud dengan ‘pemindahan kekuasaan’ adalah hal yang wajar dengan syarat ‘jangan sampai merugikan kebudayaan yang ada: sebagai warisan para leluhur’. Tapi dalam pemindahan atau sebutan ilmiahnya transformasi ini kita hendaknya jangan selamanya nrimo atau pasrah dalam menghadapi goncangan-goncangan nilai. Ketekunan kembali rasa mencintai negeri ini dengan berbakti pada masing-masing kebudayaan juga merupakan jalan panjang membangun peradaban bangsa.
Prinsipnya semua orang, apapun profesinya, bagaimana pun keterbatasannya, secara jelas dia akan mendambakan kemerdekaan, apalagi bagi mereka yang sepanjang hidup atau sebagian hidupnya diwarnai oleh intimidasi dan sistem doktrin. Seorang ilmuan tidak akan dapat mengalihkan ilmu-ilmunya tanpa terlebih dahulu melakukan interaksi antar dan interdisipliner. Seorang yang merdeka dalam berbudaya sudah tentu sangat menghargai solidaritas dan mau bekerja untuk bidang yang ditekuninya selama ia bebas berbakti dengan ilmunya. Tapi bukanlah pula berarti orang yang bersikap solider lantas mengorbankan sikap-sikap yang luhur, jujur, tulus yang dimilikinya. Sebab kita semua berangkat dari titik itu. Ya atau tidak, yang jelas kita perlu merdeka dalam berbuat, berkarya, berpikir, berpendapat, untuk kelangsungan kita dalam mengisi kemerdekaan. Tentu tetap dalam koridornya. Semoga kata proklamasi tidak cuma diproklamirkan dalam sejarah, tapi dalam kehidupan berbudaya.
*) Penulis adalah seorang penyair dan pendidik, tinggal di Medan