Masyarakat Pahae Julu Kenang Peninggalan Nikson Nababan Bebaskan Hutan Negara Sebagai Tanah Masyarakat Adat

TAPUT — LIPUTAN68.COM — Bupati Tapanuli Utara (Taput) periode 2014-2024, Nikson Nababan, memperjuangkan hutan negara seluas 15.879 Hektare (Ha) menjadi hutan adat di Kabupaten Taput. Seluas 15.879 Ha hutan negara akan segera ditindaklanjut terkait fungsi hutan adat masyarakat di Taput.

Beberapa rincian dan kisaran hektare yang dilepas yakni Nomor 6054 Tahun 2024 tentang Penetapan Status Hutan Adat Dalam Wilayah Masyarakat Hukum Adat Bona Ni Dolok, seluas ± 521 Ha, di Desa Sabungan Ni Huta V dan Desa Siabalabal IV, Kecamatan Sipahutar.

Lalu Nomor 6055 Tahun 2024 tentang Penetapan Status Hutan Adat Dalam Wilayah Masyarakat Hukum Adat Kenegerian Janji Angkola, seluas ± 6.450 Ha, di Desa Selamat, Desa Purbatua, Desa Pardomuan Janji Angkola, Desa Parsaoran Janji Angkola dan Desa Janji Nauli. Nomor 6057 Tahun 2024 tentang Penetapan Status Hutan Adat Dalam Wilayah Masyarakat Hukum Adat Kenegerian Lumbantoruan, seluas ± 2.342 Ha, di Desa Bonanidolok, Kecamatan Purbatua.

Selanjutnya Nomor 6053 Tahun 2024 tentang Penetapan Status Penetapan Status Hutan Adat Dalam Wilayah Masyarakat Hukum Adat Pansurbatu, seluas ± 1.415 Ha, di Desa Pansurbatu, Desa Pansurbatu I, Dan Desa Pansurbatu II, Kecamatan Adiankoting. Nomor 6056 Tahun 2024 tentang penetapan Status Hutan Adat Dalam Wilayah Masyarakat Hukum Adat Simardangiang, seluas ± 2.917 Ha, di Desa Simardangiang, Kecamatan Pahae Julu. Terakhir, Nomor 6058 Tahun 2024 tentang Penetapan Status Hutan Adat Dalam Wilayah Masyarakat Hukum Adat Sitolu Ompu, seluas ± 2.234 Ha, di Desa Sitolu Ompu, Kecamatan Pahae Jae.

Liputan JUGA  Satika Simamora Ajak Masyarakat Taput Cerdas Pilih Pemimpin: Jangan yang Ingin Merusak Mental Generasi Muda

“Surat Keputusan (SK) Hutan Adat tidak akan pernah terwujud tanpa adanya SK Wilayah Adat apalagi tidak adanya Perda Pengakuan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat yang terlebih dahulu diterbitkan oleh kepala daerah. Memang benar, tanggungjawab ini seharusnya berada di tangan bupati, namun bagaimana jika kepala daerahnya tidak melaksanakan kewajibannya? Masyarakat adat pada akhirnya hanya bisa pasrah, seperti yang terjadi di sejumlah kabupaten tetangga: Toba, Simalungun, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, dan kabupaten lainnya,” ujar Parnigotan Sitompul mewakili tokoh masyarakat Nagari Sigompulon, Kecamatan Pahae Julu.

Hal itu diungkapkannya saat memberi sambutan dalam kampanye Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Taput nomor urut 1, Satika Simamora – Sarlandy Hutabarat di halaman HKBP Sigompulon, Pahae Julu pada Minggu (3/11).

“Masyarakat adat terus menjadi korban ketika mereka bertani sebagai sumber penghidupan di atas tanah warisan leluhurnya. Contoh nyata terjadi baru-baru ini di Kabupaten Simalungun, di mana masyarakat adat dipenjara atas tuduhan menduduki kawasan hutan. Tuduhan itu muncul karena pengaduan korporat yang mengklaim wilayah tersebut sebagai kawasan hutan, padahal tanah itu adalah lahan yang telah diwariskan turun-temurun,” sambung Parnigotan.

Ketiadaan SK Wilayah Adat tak hanya menghambat SK Hutan Adat, tapi juga menjadikan masyarakat adat semakin rentan terhadap kriminalisasi dan intimidasi dari pihak-pihak berkepentingan. Ketidakjelasan status lahan itu dimanfaatkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk memberikan izin kepada perusahaan untuk menguasai wilayah adat, sementara masyarakat lokal terusir dan dikriminalisasi di atas tanah sendiri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *