NTT, Liputan68.com– Direksi dan Komisaris Bank NTT yang baru dilantik menggelar rapat perdana bersama Komisi III DPRD NTT pada Senin, 1 Desember 2025.
Dalam pertemuan tersebut, Direktur Utama Bank NTT, Charlie Paulus, memaparkan arah baru dan strategi penguatan kinerja bank milik daerah tersebut.
Namun, di balik paparan itu, anggota Komisi III DPRD NTT dari Fraksi PKB, Yohanes Rumat atau Hans Rumat, menegaskan bahwa masih banyak pekerjaan rumah besar yang harus segera dibenahi manajemen baru.
Menurut Hans Rumat, salah satu persoalan utama yang tidak boleh terulang adalah tingginya Non Performing Loan (NPL) atau kredit macet.
“Kredit macetnya banyak. Kita minta telusuri, dan manajemen wajib memberi tahu Komisi III kenapa uang itu bisa macet. Padahal dalam prosedur kredit ada jaminan. Fakta di lapangan, beberapa kredit justru tidak mampu dikembalikan dan tidak punya jaminan sesuai ketentuan,” tegasnya (2/11/2025).
Ia menilai hal ini bukan sekadar kelemahan teknis, tetapi merupakan indikasi adanya anomali serius di masa lalu yang tidak boleh dibiarkan muncul kembali.
Hans Rumat juga menyoroti struktur pegawai Bank NTT yang dianggap terlalu gemuk.
“Bank NTT ini terlalu banyak karyawan sehingga biaya operasional tinggi. Profesionalisasi tenaga kerja juga tidak seimbang. Akibatnya dividen untuk pemerintah tidak sesuai ekspektasi,” ujarnya.
Menurutnya, efisiensi harus menjadi fokus agar kinerja keuangan bank kembali sehat dan memberikan kontribusi optimal kepada daerah.
Di sisi lain, Hans Rumat mendorong agar jumlah direksi dirampingkan.
“Unsur direksi perlu dikurangi. Dengan begitu, tantiem yang biasanya jadi favorit para direksi bisa ikut dirasionalisasi,” katanya.
Ia juga menegaskan cara pandang DPRD NTT jelas: ada hal-hal yang harus dibenahi dari sisi efisiensi pimpinan bank.
Hans Rumat juga mengingatkan bahwa Bank NTT harus mengubah cara kerja.
“Selama ini terlalu banyak bicara etis ketimbang teknis. Padahal di bank itu kalkulasi matematis. Yang harus ditonjolkan adalah taktis, bukan etis,” jelasnya.
Salah satu hal yang diapresiasi Hans Rumat adalah rencana penguatan program pemberdayaan perempuan, khususnya di sektor pasar dan pariwisata.
“Kita di Komisi III sepakat soal women program. Banyak ibu-ibu yang jadi penggerak ekonomi di pasar dan destinasi wisata. Ini harus didorong tanpa melanggar aturan OJK maupun BI,” katanya.
Ia menambahkan bahwa memperluas akses UMKM terhadap kredit akan membuat penyebaran dana lebih adil dan mengurangi risiko kredit bermasalah skala besar.
Selain itu, kerja sama Kelompok Usaha Bank (KUB) dengan Bank Jatim juga menjadi sorotan. Hans Rumat menyambut baik kabar bahwa dana Rp100 miliar dari Bank Jatim telah masuk ke Bank NTT.
“Suntikan 100 miliar membantu Bank NTT. Provinsi juga sudah bantu lewat Perda penyertaan modal. Kalau ini dikelola baik, pertumbuhan Bank NTT bisa lebih bagus,” ujarnya.
Namun, ia menegaskan masih ada banyak hal yang perlu diperjelas oleh direksi baru.
“Pertanyaan kami: dari 100 miliar ini, berapa keuntungan Bank Jatim? Komposisi hak mereka sampai mana? Durasi pengembalian dan bunga tahunannya bagaimana? Direksi baru belum bisa jawab karena masih pelajari ketentuannya,” jelasnya.
Menutup pernyataannya, Hans Rumat menegaskan bahwa Komisi III tidak ingin melihat Bank NTT jatuh pada kesalahan-kesalahan masa lalu.
Ia mengatakan, dengan manajemen baru, suntikan modal, efisiensi internal, serta fokus pemberdayaan UMKM, Bank NTT punya peluang besar untuk bangkit menjadi bank daerah yang sehat, kuat, dan benar-benar hadir untuk masyarakat kecil.***








