Sejarah Kali Serayu Tempat Tapa Ngeli Raja Amangkurat 1

27. Kol RG Rudjito, 1978-1988. Dilantik pada masa Presiden Soeharto.

28. Kol Djoko Sudantoko, 1988-1998. Dilantik pada masa Presiden Soeharto.

29. Kel Aris Setiono, 1998-2008. Dilantik pada masa Presiden BJ Habibie.

30. Drs. H Marjoko, 2008-2013. Dilantik pada masa Presiden Susila Bambang Yudhoyono.

31. Ir KPH Purbowinoto Achmad Husein, 2013. Dilantik pada masa Presiden Susila Bambang Yudhoyono.

C. Raja Amangkurat I dan Ratu Wiratsari Lelaku Tapa Brata.

Raja Amangkurat I Kanjeng Ratu Wiratsari mengantar kejayaan Kabupaten Banyumas. Karena beliau berdua sering melakukan lara lapa tapa brata.

Prestasi Kabupaten Banyumas semakin cemerlang. Di mana mana nama Banyumas selalu jadi buah bibir. Publik dibuat terkagum kagum pada hasil pembangunan segala bidang. Popularitas Banyumas sungguh moncer. Kemajuan kabupaten Banyumas tak lepas dari peran Kanjeng Ratu Wiratsari. Sinuwun Sri Susuhunan Amangkurat Agung, raja kraton Mataram keempat yang memerintah tahun 1645-1677.

Siapa Kanjeng Ratu Wiratsari yang menjadi garwa prameswari Sinuwun Amangkurat Agung? Beliau adalah cicit Joko Tingkir. Ayahnya seorang Bupati Pengging, Pangeran Radin. Orang lebih mengenal dengan nama Pangeran Kajor. Beliau tuan tanah. Tanah Kajoran berada di mana mana. Singkat kata Ratu Wiratsari keturunan orang kaya. Apalagi semasa hidupnya di Banyumanik Semarang, Kanjeng Ratu Wiratsari punya bisnis, gamping, kayu jati, mebel, minyak tanah, perahu, pelayaran dan pelabuhan. Pada jamannya beliau pengusaha besar.

Tumenggung Yudanegara IV adalah Bupati Banyumas. Dia keturunan Ki Ageng Wonosobo. Masih kemenakan Kanjeng Ratu Wiratsari. Lagi pula pada masa kecilnya Tumenggung Yudanegara diasuh oleh permaisuri Sinuwun Amangkurat Agung. Beliau seperti anak sendiri. Atas perintah Ratu Wiratsari, Bupati Banyumas membangun pesanggrahan Puja Retna di Batu Raden, kaki gunung Slamet. Vila mewah ini kerap digunakan oleh pejabat Mataram. Bahkan Sri Susuhunan Amangkurat Agung pernah menginap di pesanggrahan Puja Retna.

Tiap Slasa Kliwon Amangkurat I dan Wiratsari tapa ngeli di Kali Serayu. Agar usaha rintisan peristirahatan di vila Puja Retna ini menjadi cikal bakal terbentuknya kawasan wisata Batu Raden. Lambat laun wisata Batu Raden terkenal sebagai tempat wisata pegunungan yang indah permai. Kanan kiri pesanggrahan Puja Retna ditanami teh, kopi, cengkeh, manggis, pepaya dan pisang. Taman wisata Batu Raden menjadi tempat menerima tamu saat berkunjung ke kabupaten Banyumas.

Selaku ibu negara Kraton Mataram, Kanjeng Ratu Wiratsari memajukan perdagangan. Dibangun pasar di Ajibarang, Wangon dan Bumiayu. Pasar ini dibangun pada tahun 1659.

Ratu Wiratsari mendirikan kantor di desa Lesmana Ajibarang Banyumas. Kantor darma wanita cabang Mataram ini multiguna. Pendapa dibangun dengan ruangan yang luas. Pelataran dibuat asri indah. Orang pun kerap bermain sekedar melepas lelah. Pendapa ini dilengkapi gamelan pelog slendro. Muda mudi berlatih seni, karawitan, pedalangan dan tari. Tiap malem Kamis Pahing bertepatan dengan wiyosan Kanjeng Ratu Wiratsari, para siswa seni ini diberi kesempatan untuk pentas. Suguhan mbanyu mili. Tentu semua merasa senang.

Bidang pertanian tidak lepas dari perhatian kanjeng Ratu Wiratsari. Pengairan diurus sebaik baiknya. Kali Serayu diatur alirannya. Kanjeng Raden Tumenggung Tirtanagara adalah menteri pengairan Kraton Mataram. Selama tiga tahun ditugaskan untuk menata daerah aliran sungai Serayu. Bendungan banyak dibangun sebagai sarana irigasi pertanian yang meliputi daerah Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas dan Cilacap. Pada tahun 1657 Sinuwun Amangkurat Agung meresmikan tata pengairan di Banyumas.

Gagasan untuk kesejahteraan terus digalakkan. Setiap bendungan ada budi daya perikanan. Tawes, kakap, nila, mujahir, lele, udang dipelihara dengan metode perikanan yang maju. Kanjeng Ratu Wiratsari memberi bantuan nyata. Tenaga ahli didatangkan dari negeri Tamasek Singapura. Hasilnya meningkat, kemakmuran berlipat ganda. Bahkan hasil perikanan Serayu Banyumas diekspor ke Timur Tengah, Asia Selatan dan Asia Timur.

Adhuh segere banyune ing sendhang ilang kesele wis mari le mriyang banyune bening nyegerake ati kudu sing eling mring tindak kang suci. Tembang Serayu khas Banyumasan tersebut populer di tengah masyarakat. Sebagai tanda ungkapan bersyukur.

Bagi masyarakat kabupaten Banyumas Sri Susuhunan Amangkurat Agung dan Kanjeng Ratu Wiratsari adalah pahlawan besar. Beliau berdua mewariskan jasa yang patut dikenang sepanjang masa. Pada tanggal 10 Juli 1677 Sri Susuhunan Amangkurat Agung wafat di Lesmana Ajibarang Banyumas. Jenazahnya dimakamkan di daerah Pakuncen Tegal Arum Adiwerna Tegal.

Siram jamas pangrukti laya menggunakan air kali Serayu. Hal ini sesuai dengan wasiat Kanjeng Sinuwun Amangkurat I.

D. Tapa Brata Untuk Kemajuan Banyumas.

Raja Amangkurat I dan Ratu Wiratsari melakukan tapa brata demi kemajuan masyarakat Banyumas. Lelaku ini dikerjakan dengan lila lan legawa kanggo mulyane negara.

Pembangunan kota Purwokerto dengan laku tirakat. Kompleks perkantoran kabupaten Banyumas berada di kota Purwokerto. Nama Purwakerto diabadikan oleh Kanjeng Ratu Wiratsari pada tahun 1659. Kesadaran historis perlu dikembangkan Daerah Banyukerto tetap dilestarikan dalam bentuk pemekaran morfologis. Kata majemuka Banyukerto lebih diperluas makna semantis, yaitu Banyumas dan Purwokerto. Banyumas berarti air emas. Lambang kejayaan, keemasan, kemakmuran. Purwokerto berarti asal mula berkarya, bekerja, berproduksi. Lambang kerja keras, perjuangan dan usaha mandiri. Kewibawaan, kawidadan, kamulyan lan karaharjan menyertai masyarakat kabupaten Banyumas yang beribukota di Purwokerto.

Pembangunan pendapa kabupaten Banyumas disertai dengan ritual dengan sesaji yang khusus. Soko guru atau tiang utama pendapa Kabupaten Banyumas terbuat dari kayu jati pilihan. Sengaja diambilkan kayu jati dari alas Donoloyo Wonogiri. Alas Donoloyo terkenal sebagai tempat wingit gawat kaliwat liwat. Penebangan kayu jati Donoloyo melalui prosesi ritual dan sesaji yang lengkap. Ratu Wiratsari mengerti betul adat istiadat yang diajarkan oleh leluhur.

Rombongan penebang kayu ini disertai pula sesepuh yang memimpin tata cara wilujengan. Lantas diadakan pentas tayuban lengkap dengan seniman wiyaga dan waranggana. Wilujengan dan tayuban merupakan syarat wajib dalam prosesi penebangan kayu jati Donoloyo. Pendapa Kabupaten Banyumas tampak menyinarkan aura kewibawaan.

Pemandangan ibukota Banyumas memang indah. Tata kota Purwokerto dibuat sesuai dengan standard arsitektur Mataram. Empat hal pokok yang pasti diatur, yakni pendapa kabupaten, pasar, alun alun dan Masjid Agung.

Pendapa Kabupaten Banyumas di Purwokerto berbentuk joglo limasan. Ruang tengah dilengkapi dengan bagian pringgi-tan. Bagian belakang terdapat gadri kembar. Rerumputan, tanaman hias dan pepohonan ditata rapi. Mirip dengan taman Maerakaca. Atas saran Kanjeng Ratu Wiratsari, pendapa Kabupaten Banyumas terbuka untuk umum. Para seniman berprestasi diberi kesempatan unjuk kebolehan di ruang pendapa. Tumenggung Martayuda II beruntung sekali saat menjadi bupati.

Pembangunan kompleks perkantoran Bupati Banyumas di Purwakerto melibatkan juru ukir dari Sukodono, Tahunan, Jepara. Mereka adalah juru ukir ternama yang pernah mengabdi kepada Kanjeng Ratu Kalinyamat.

Sedangkan pondasi bangunan dikerjakan oleh ahli semen gamping dari Tuban. Sementara untuk penerangan dikerjakan oleh personil dari Cepu. Semua ahli bangunan itu didatangkan oleh Kanjeng Ratu Wiratsari atas biaya sendiri. Maklum beliau memiliki sumber finansial yang berlimpah ruah. Usaha bisnis Ratu Wiratsari sedang lancar lancarnya. Jarak antar pusat daerah dibuat 30 km dari wilayah Cilacap, Kebumen, Banjarnegara dan Bumiayu. Tata kota yang ideal.

Alun alun digunakan sebagai ruang publik. Siang malam orang berkunjung. Pedagang mainan, minuman dan makanan selalu beruntung. Tapi semua berjalan tertib, karena warga terlatih untuk taat aturan. Alun-alun benar benar tempat yang regeng dan nggayeng. Sebelahnya dibangun Masjid Agung leng-kap dengan bedug Isworogomo yang legendaris. Bedug Isworo gomo ini hadiah dari Kanjeng Sunan Kalijaga di Kadilangu Demak Bintara.

Pasar sebagai pusat ekonomi masyarakat ditata dengan jadwal yang ketat. Pasar induk dijadwal pada Rabu Pon. Setiap lima hari sekali pasar itu beroperasi. Tujuannya untuk pemerataan penghasilan. Jarak antar pasar rata-rata 5 km. Ada pasar Wage, pasar Kliwon, pasar Legi, pasar Paing. Penjadwalan ini menjadi tradisi unik di Tanah Jawa.

Untuk menghidupkan roda ekonomi, Kanjeng Ratu Wiratsari membina kelompok pengrajin batik dari Gumelem Susukan Banjarnegara. Letaknya di lereng gunung Giri Larangan. Kerajinan batik Gumelem memperlancar arus perdagangan di Kabupaten Banyumas. Hadirnya pasar, sawah, kerajinan, perkebunan dan perdagangan ini mengantarkan Banyumas sebagai kabupaten yang panjang punjung pasir wukir, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem karta raharja. Janturan tentang situasi yang ideal ini bisa menjadi kegiatan pada masa sekarang.

E. Tata Cara Lewat Pagelaran Seni Budaya.

Pagelaran seni budaya sebagai jalan ritual. Seni edi peni berhubungan dengan aspek keindahan atau estetika. Budaya adi luhung berhubungan dengan nilai filosofis atau keluhuran Kanjeng Ratu Wiratsari, permaisuri Sinuwun Amangkurat Agung betul betul memberi keseimbangan dalam unsur cerita rasa karsa karya. Kreativitas Kanjeng Ratu Wiratsari mendapat dukungan penuh dari kerajaan Mataram.

Seperangkat gamelan pelog slendro dibawa dari Bekonang Sukoharjo. Sinuwun Amangkurat Agung menamakan Gamelan Kyai Harjomanis. Artinya gamelan yang memberi suasana sejahtera bahagia buat seluruh warga Banyumas. Pertama kali gamelan ditabuh dengan gendhing Ganda Mastuti laras pelog pathet nem. Tujuannya agar sekalian pembesar dan penduduk mendapatkan keselamatan lahir batin.

Gendhing Ganda Mastuti yang ditabuh dengan mat matan mengalun pelan. Iringannya meliputi gender, rebab, gambang, suling, kendhang bem, kendhang ketipung, kethuk, kenong, kempul. Suara gamelan pelan, tetapi nyaring melantunkan puja puji. Tumenggung Martayuda II selaku Bupati Banyumas seolah olah mendapat energi positif. Memang gendhing Ganda Mastuti memuat renungan. Cakupan atau syair diambil dari tembang kinanthi pethikan serat Nitisruti karya Pangeran Karanggayam.

Pagelaran ini pernah dilakukan dengan megah. Pada malam pahargyan yang digelar pada tanggal 5 September 1663, juga dipentaskan budaya Tirta Kencana. Tirta berarti banyu kencana berarti emas. Bedaya Tirta Kencana karya Sinuwun Amangkurat Agung ini dipersembahkan buat kawula dasih kabupaten Banyumas. Sebegitu dalam rasa cinta Sinuwun Amangkurat Agung pada masyarakat Banyumas. Sudah selayaknya gamelan Kyai Harjomanis dan Bedaya Tirta Kencana dilestarikan sebagai pusaka kabupaten.

Malam berikutnya digelar wayang purwa dengan lakon Begawan Ciptowening. Lakon ini bercerita tentang perjuangan hidup yang mengutamakan konsep pemikiran dan kebersihan hati. Teladannya adalah Raden Arjuna, sang satria agung, lelananging jagad. Arjuna berhasil memberantas satru murka berkat kepandaian dan kerelaan. Dalam pentas ini Sinuwun Amangku-rat Agung secara simbolik memberi pelajaran tentang budi pekerti luhur. Sura dira Jayaningrat lebur dening pangastuti.

Pada awal pagelaran wayang purwa, Sinuwun Amangkurat Agung paring dhawuh kepada wiyaga dan waranggana. Masyarakat Banyumas punya keahlian nderes kelapa untuk dijadikan gula. Oleh karena itu adanya istilah gula klapa berasal dari Banyumas. Gula berwarna merah, kelapa berwarna putih. Bendera gula klapa merujuk pada warna merah putih.

Adegan kedhatonan diisi dengan lagu-lagu sigrak gumyak. Sudah barang tentu lagunya berkaitan dengan sistem produksi kabupaten Banyumas dan sekitarnya. Berkumandang-lah gendhing ricik-ricik Banyumas, Puji, Srepeg Banyumas, Gunung Slamet dan Gula Klapa. Masing masing gendhing ini mempunyai nilai etis filosofis yang tinggi. Syairnya memuat tuntunan tontonan dan tatanan.

Jasa besar Sri Susuhunan Amangkurat Agung dan garwa prameswari Kanjeng Ratu Wiratsari harus dilestarikan. Keduanya merupakan priyayi luhur yang mewariskan keutamaan, kemuliaan dan keteladanan. Sri Susuhunan Amangkurat Agung adalah raja Mataram yang menjunjung tinggi prinsip ambeg adil paramarta, ber budi bawa laksana, memayu hayuning bawana.

Sedang Kanjeng Ratu Wiratsari merupakan mustikane putri tetunggule widadari. Sedang Raden Tumenggung Martayuda II adalah Bupati sembada wirotama. Masyarakat Banyumas labuh labet Sinuwun Amangkurat Agung dan Kanjeng Ratu Wiratsari dengan tinta emas.

Kabupaten Banyumas punya sejarah yang panjang. Kekayaan alam yang siap diolah bisa membuat kemakmuran. Budaya adi luhung menyebabkan masyarakat hidup guyub rukun. Seni edi peni memperlancar jiwa segar. Sejarah budaya, seni dan lingkungan di kabupaten Banyumas siap menyongsong masa depan yang lebih cemerlang.

Amangkurat Agung raja Mataram selalu dikenang oleh masyarakat Banyumas. Istana kedhaton Pamase di Lesmana Ajibarang Banyumas dibangun oleh Kanjeng Ratu Wiratsari, garwa prameswari Sinuwun Amangkurat Agung dengan amat megah mewah indah.

Kali Serayu mengalir dari Kabupaten Wonosobo, Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas dan Cilacap. Sinuwun Amangkurat Agung melakukan tapa ngeli. Meditasi untuk kesejahteraan seluruh rakyat.

(LM-01)

BAGIKAN KE :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *