Uang menulis di koran terusnya kubeli buku-buku baik di pasar loak (Titi Gantung, Jl. Salak, Bazar Buku Murah) maupun di toko buku. Sekali-kali membaca resensi buku di majalah atau koran. Dari sanalah aku tahu ada buku baru. Tidak seperti sekarang, buka fb sudah ramai yang menawarkan buku-buku baru.
Untuk hidup sehari-sehari dengan dua anak bekerja sebagai guru cukuplah. Kalau dirasa tak cukup, cari tambahan dari sekolah lain. Tentu buat lamaran lagi. Maklumlah terbiasa kerja dulu baru digaji. Disiplin waktu dan kejujuran terus harus dijaga. Kalau tidak, orang tak akan percaya.
Buku-buku yang kubeli itu kupakai untuk menambah wawasanku. Sebagai rujukan untuk menulis di koran atau majalah. Untuk bahan mengasuh bidang studi dan mata kuliah. Kalau tidak ada buku-buku ini apalah yang kuberikan pada mereka? Terutama untuk muridku atau mahasiswaku. Itu dulu. Dulu sekali.
Sekarang mereka pun sudah banyak yang jadi penulis, jadi wartawan, penyiar, penyair, tentara dan polisi serta jadi guru hingga kini bersamaku. Kini, aku hanya meneruskan menulis dengan cuma-cuma. Tak lebih dari itu. Untuk melatih ingatanku dan menjaga daya kritis saja.
Untuk memastikan apa yang kuasuh masih relevan atau tidak, aku terus menambah buku-bukuku tentu dengan gajiku. Dan mengajak mereka berdiskusi sembari mengisi kesibukan kerja. Memang tanpa ada kegiatan membaca dan menulis sepertinya waktu demi waktu terasa jemu. Hidup seperti diburu. Aku tak mau.
Selain Perpustakaan Pribadi