BADUNG, | Panitia Khusus Tata Ruang, Aset Daerah dan Perizinan (Pansus TRAP) DPRD Bali melakukan Sidak di Canggu Loft Studio, Kabupaten Badung, Jumat, 17 Oktober 2025.
Sekretaris Pansus TRAP DPRD Bali, I Dewa Nyoman Rai, SH., MH., dan Ketua Pansus TRAP DPRD Bali, Dr. (C) I Made Supartha, SH., MH., memimpin Sidak ke daerah Canggu.
Hal tersebut mendapat sorotan publik, karena adanya dugaan pelanggaran Tata Ruang dan Lahan Sawah yang seharusnya Dilindungi (LSD).
Sidak dilakukan, karena ada laporan masyarakat Desa Canggu dan Kepala Lingkungan (Kaling) atas pembangunan akomodasi pariwisata berupa Villa di depan Pura Dalem dan samping Kuburan milik umat Kristiani.
Menurutnya, akomodasi wisata berdiri diatas zona LSD, bahkan sebagian berpotensi mengganggu fungsi resapan air dan Tata Ruang di Kawasan Hijau.
Mirisnya, akomodasi pariwisata tersebut, ternyata tanahnya milik aset Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali berupa Lahan Sawah Dilindungi (LSD) yang disewakan, tapi pengelolaannya oleh pihak PMA Singapura.
Untuk itu, Tim Pansus TRAP DPRD Bali mempertanyakan tanah milik Pemprov Bali yang disewa pribadi, tapi ternyata usaha akomodasi wisata diserahkan kepada PMA.
“Kenapa tidak pribadi langsung yang mengerjakan, tapi kok diserahkan ke pihak lain untuk kelola usaha villa ini. Jadi, kehadiran PMA juga ada. Apa hubungan PMA dengan Ibu Laksmi, seharusnya Ibu Laksmi yang urus khan, kok bisa PMA ini hadir, coba dicek izin,” tanya Ketua Pansus TRAP DPRD Bali, Dr. (C) I Made Supartha, SH., MH., bersama Sekretaris Pansus Dewa Nyoman Rai, SH., MH., saat Sidak Canggu Loft Studio, Jumat, 17 Oktober 2025.
Made Supartha menegaskan pihaknya menindaklanjuti setiap laporan masyarakat dengan serius.
“Kami akan pelajari data dari warga dan memastikan apakah ada pelanggaran terhadap Perda Tata Ruang. Jika terbukti, tentu akan ada rekomendasi penertiban,” terangnya disela-sela Sidak.
Made Supartha juga menekankan pentingnya peran masyarakat dalam pengawasan tata ruang, terutama di kawasan Canggu yang mengalami pertumbuhan pesat sektor pariwisata.
“Pertumbuhan ekonomi jangan sampai mengorbankan keseimbangan lingkungan dan ketentuan tata ruang. Kami apresiasi langkah warga yang proaktif melapor,” tambahnya.
Untuk itu, Pansus TRAP DPRD Bali akan menjadwalkan rapat lanjutan untuk membahas hasil temuan lapangan di Nuanu dan Canggu hingga Tibubeneng, sekaligus memanggil instansi terkait untuk memberikan klarifikasi mengenai izin-izin pembangunan di wilayah tersebut.
“Kami harapkan langkah ini menjadi sinyal tegas bahwa pelanggaran tata ruang, khususnya di kawasan lindung dan sempadan, tidak akan dibiarkan terjadi di Bali,” tegas Made Supartha.
Sementara itu, Sekretaris Pansus TRAP DPRD Bali, Dewa Nyoman Rai, SH., MH., menyebutkan masalah OSS sebagai tahap awal baru terdaftar izin di Pusat, baik PMA maupun pemodal domestik.
“Jadi, seolah-olah begitu OSS masuk, semua bisa dibangun di daerah masing-masing. Itu persepsi keliru,” tegasnya.
Hal tersebut berarti
OSS itu baru terdaftar nomor DNA berhak mendapatkan NIB. Begitu mereka keluar jalur dari OSS, maka mereka harus datang ke daerah masing-masing, baik Desa Dinas maupun Desa Adat.
Artinya ruang lingkupnya tetap berada di Desa Dinas secara administratif dan Desa Adat.
Ketika izin AMDAL diperlukan, maka sangatlah diperlukan peran Desa Adat dan Desa Dinas.
“Jika Desa Dinas dan Desa Adat tidak beri izin, karena tidak sesuai dengan apa yang jadi ketentuan di Desa Adat dan Desa Dinas, itu tidak bisa diproses,” paparnya.
Namun, selama ini seolah-olah OSS melampaui kewenangan Perbekel dan Bendesa Adat, termasuk Kepala Lingkungan (Kaling) di daerah masing-masing.
“Selama ini, saya lihat OSS ini mengganggu daripada kewenangan yang dimiliki oleh Perbekel dan Lurah, termasuk Kaling dan Bendesa Adat. Kasian itu sekarang,” tegasnya lagi.
Secara aturan, diakui tidak ada OSS itu langsung bisa melampaui tugas dan kewenangan Desa Dinas dan Desa Adat, termasuk Kepala Lingkungan (Kaling)
“Kaling khan urusan terbawah ini yang paling tahu semuanya. Tapi, disini Kaling dan Perbekel hanya menerima komplain. Seolah-olah tidak ada Pemerintahan disini,” tambahnya.
Sementara dari Regulasi Pusat itu harus diakui diluncurkan ke Daerah hingga terbawah, karena Daerah itu memegang penting peran utama demi pembangunan yang ada di Indonesia.
“Ini malah perannya terbalik, sebenarnya pak Perbekel punya peranan akhirnya pak Perbekel tidak tahu apa di daerahnya sendiri, termasuk juga Pemerintah Kabupaten (Pemkab). Itu khan tidak benar,” kata Dewa Rai yang disetujui Made Supartha.
Untuk itu, pihaknya berharap Pemerintah Kabupaten/ Kota memberikan edukasi kepada tingkatan dibawahnya, baik Camat maupun Perbekel, karena diamputasi kewenangannya.
“Begitu ada komplain baru bergerak. Khan tidak ada kewenangan seorang Perbekel yang sebenarnya punya daerah khusus Beliau itu yang tidak boleh diintervensi oleh siapapun juga. Apalagi masalah kewenangan Adat ada ditangan Bendesa Adat, seolah-olah OSS berada diatas kewenangan Desa Adat dan Desa Dinas itu tidak ada,” tegasnya lagi.
Andi selaku Accounting mengakui akomodasi pariwisata tersebut dikelola oleh PMA Singapura, tapi aset masih atas nama pribadi yang disewa dari Pemprov Bali.
“Tanah Pemprov Bali disewa atas nama pribadi artinya aset building masih atas nama pribadi, kemudian untuk usaha villa penginapan itu khan operasional dilakukan oleh badan usaha,” kata Andi.
Menurutnya, PT Radha Property merupakan pengelola atau PMA untuk manajemen villa. Sementara, untuk semua aset dan properti masih milik pribadi dan tanahnya disewa dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali.
Hal tersebut berarti PMA hadir dalam menjalankan usaha Villa penginapan yang disebut Canggu Loft Studio.
“Izin pembangunan ada di pribadi. Khusus pribadi itu tidak mengurus izin, tapi diurus PMA. Jadi, untuk SLF kita atas nama pribadi, Ibu Laksmi dari konsultan lagi diurus. Jadi, PMA hanya operator menjalankan usaha villa penginapan ini,” kata Andi.
Mengenai perizinan, Andi bakal menyampaikan kepada pihak Manajemen Villa
Canggu Loft Studio, lantaran dirinya tidak memegang perizinan.
Meski demikian, jika ada perizinan belum lengkap, pihaknya bakal mengurus dan melengkapi izin semaksimal mungkin.
Jika belum bisa memenuhi syarat-syarat izin yang diperlukan, pihaknya bakal menyampaikan kepada pihak Manajemen Villa, karena keputusan ada ditangan Manajemen
Canggu Loft Studio.
“Apa yang dibutuhkan terkait perizinan, kami coba lengkapi mungkin kami data dulu apa yang tidak saya pegang, tapi ternyata memang ada, kalau tidak ada, nanti kita akan lengkapi izin,” kata Andi.
“Ini khan tiba-tiba dan mendadak. Jadi, saya tidak pegang semua perizinan,” terangnya.
Sementara itu,
I Wayan Suarya selaku
Perbekel Desa Canggu didampingi Ketut Oka Hariadi, Kelian Dinas Banjar Padang Tawang, Desa Canggu menyebutkan pihaknya sangat kaget atas kehadiran Pansus TRAP DPRD Bali.
Pihaknya mengakui saat pembangunan akomodasi wisata tersebut tidak ada laporan ke Desa Canggu.
Menurutnya, jika ada keluhan atau komplain dari masyarakat biasanya yang pertama kali disampaikan kepada Kepala Lingkungan (Kaling).
Selama Kaling bisa menyelesaikan masalah dibawah tidak disampaikan ke Kantor Desa Canggu.
“Maksudnya tidak diteruskan ke Desa Canggu, cuma disampaikan waktu kita rapat-rapat. Jika di sebelah barat ada Pura Dalem Uma Duwi, sebelah selatan ada jalan, sebelah Utara ada kuburan milik umat Kristiani dan sebelah timur ada jalan,” bebernya. (Red).