JAKARTA, LIPUTAN68.COM | Kepada yang Saya hormati Bapak Menteri Hukum dan Ham Pak Yasonna H. Laoly PHD, perkenankanlah Saya melalui Bapak mengajukan tanggapan Saya terhadap berita sepihak yang menggiring opini Masyarakat, yang dilontarkan medsos pendukung LSM ICW, PUKAT dan sejenisnya, sehingga Masyarakat yang tidak tahu-menahu mengenai fakta hukum perkara Saya, mencap Saya sebagai koruptor kakap, yang walaupun telah 5 Tahun dalam tahanan, diusia Saya yang sekarang 78 Tahun, Saya sebagai Warga binaan tidak layak dibebaskan oleh Bapak.
Perlu Saya tegaskan di sini, bahwa Saya bukan perampok uang Negara. Sebagai Advokat yang pertama membela di KPK sejak lahirnya KPK yang Ad Hoc, Saya banyak menulis mengenai KPK yang tebang pilih, KPK yang korup. Tulisan berupa buku berlabel ISBN, adalah tulisan yang dapat Saya pertanggungjawabkan datanya dari bekas BAP KPK dan dari fakta di Persidangan.
Dari BAP Ir. Ari Muladi dan kronologis pengurusan perkara di KPK terungkap bagaimana suap diberikan kepada Bibit dan Chandra Hamzah sebesar Rp. 1.000.000.000,- (Satu Milliyar Rupiah) perkara mereka dikesampingkan. Nama mereka sebagai tersangka tidak pernah direhabiliter, bahkan Chandra Hamzah sekarang menikmati gaji dari Negara sebagai Komisaris Utama Bank Tabungan Negara (BTN). Mengapa medsos tidak pernah mencap mereka sebagai koruptor kakap?. Komisioner Abraham Samad dan Bambang Widjojanto yang juga namanya tidak pernah direhabiliter sebagai tersangka pidana, kasusnya bebas dari berita ICW. Bahkan Bambang Widjojanto yang menentang mati-matian Pemerintah Bapak Presiden Ir. Joko Widodo di Mahkamah Konstitusi, sekarang menikmati uang Negara sebagai pejabat di DKI Jakarta.
Tersangka pembunuh Novel Baswedan dielu-elukan medsos sebagai pahlawan pemberantas koruptor. Padahal dia adalah seorang pembunuh. Sebaliknya Peradilan penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan yang diberitakan. Bukti betapa berita medsos tidak cover both side. Sedangkan gugatan Saya terhadap Novel Baswedan mengenai pembunuhan Novel Baswedan terhadap Aan alias Yulian, bebas dari berita ICW.
Tersangka korupsi payment gateway Prof. Denny Indrayana dilindungi ICW, PUKAT sehingga beritanya sebagai tersangka ditutup rapat oleh medsos. Sekjen MK saudara Gaffar segera tidak menolak pemberian suap 120.000 Dollar Singapura oleh Nazarudin. M. Gaffar sempat menyimpan uang yang diterimanya, karena dilindungi oleh Ketua MK Pak Mahfud MD, dan tidak diberitakan medsos oleh berita yang menggiring dia selamat setelah mengembalikan uang tersebut. Sesuai dengan ketentuan Undang-undang, sehingga Merekapun harus diperlakukan sama oleh Sekjen MK saudara M. Gaffar yang bebas pidana.
Mengapa Saya menggugat oknum KPK yang terlibat pidana? Hanya untuk membuktikan betapa mereka dilindungi Pers, dan betapa di Negara Hukum Indonesia, tidak berlaku azas persamaan di depan hukum sesuai Konstitusi.
Undang-undang Tipikor Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 yang Ad Hoc lahir karena semangat reformasi untuk menciptakan Pemerintahan yang bersih, melengkapi, membantu tugas-tugas penyidikan Kepolisian dan Kejaksaan. Target penyidikan yang menjadi wewenang KPK untuk korupsi yang berjumlah 1 Milliyar Rupiah ke atas. Kenyataanya suap anggota DPRD Malang disekitar 5-10 Juta Rupiah juga di OTT KPK. Biaya operasi KPK lebih besar daripada uang suap hasil OTT, jelas Negara telah dirugikan oleh aksi KPK.
Bab III di bawah judul fakta, data dan hasil penyelidikan laporan panitia angket DPR-RI mulai halaman 28 sampai dengan 89, membuktikan betapa KPK korup dan sering melakukan kejahatan jabatan. Fakta hukum itu diperoleh pansus DPR mulai dari temuan masalah keuangan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan KPK oleh BPK, penyimpangan barang sitaan tidak dirumah penyimpanan barang dan bukti, rekayasa keterangan saksi, peningkatan status penyelidikan ke penyidikan tanpa dua alat bukti dan banyak temuan lainnya. Mengapa Medsos tidak memberitakan secara luas temuan pansus di DPR?
Sekilas mengenai perkara korupsi Saya, dimana Saya dikategorikan sebagai koruptor kakap, sehingga tidak layak untuk dibebaskan.
1. Tanggal 9 Juli 2015 Advokat Gerry dari kantor Saya terjaring OTT oleh KPK bersama seorang Panitera saudara Syamsir Yuswan dan 3 Orang Hakim.
2. Di waktu itu Saya sedang di Denpasar membela perkara pidana, perkara Saya di Medan dikalahkan Tanggal 7 Juli 2015 dan Saya telah menyatakan banding. Tidak seorang pengacara pun akan menyuap hakim untuk perkara yang kalah.
3. Dari BAP berkas perkara Saya, Saya mengetahui bahwa idea pemberian uang THR kepada Hakim Tripeni Ketua Pengadilan TUN yang akan mudik lebaran berasal dari Panitera Syamsir Yuswan, tanpa diketahui oleh Hakim Tripeni, tanpa diminta oleh Hakim tersebut.








