KPK Berhasil Ungkap Kasus Korupsi 5 Bupati Di Lampung, Berikut Kronologis dan Daftarnya

Pada Kamis, 12 Maret 2020

Jakarta, LIPUTAN68.COM | Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) Republik Indonesia (RI) menunjukan prestasi kinerjanya terkait upaya pencegahan praktik-praktik korupsi, khusunya di Provinsi Lampung. Sebanyak 5 (lima) Kepala Daerah (Bupati) di Lampung terjaring operasi tangkap tangan KPK. Diantara Bupati yang berhasil diamankan KPK di era kepemimpinan Agus Raharjo yaitu Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara, Bupati Lampung Tengah Mustafa, Bupati Lampung Selatan Zainuddin Hasan, Bupati Mesuji Khamamik dan Bupati Tanggamus Bambang Kurniawan.

Berikut kronologis perjalanan penanganan kasus OTT 5 (lima) Kepala Daerah tersebut oleh KPK ;

1. Bupati Lampung Utara, Agung Ilmu Mangkunegara 

Foto ; Rec.dok/

Agung Ilmu Mangkunegara yang merupakan Bupati Lampung Utara saat ini sudah resmi menjadi tersangka oleh KPK, terkait suap proyek di Dinas Perdagangan dan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Lampung Utara.

Bersama orang kepercayaannya Raden Syahril, Kepala Dinas PUPR Syahbuddin dan Kepala Dinas Perdagangan Wan Hendri, Agung Ilmu Mangkunegara diduga sebagai penerima suap.

Sementara, dua orang pihak pengusaha bernama Chandra Safari dan Hendra Wijaya Saleh diduga sebagai pemberi suap.

Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara menjalani pemeriksaan langsung di gedung KPK, Jakarta, Senin (7/10/2019). Agung diperiksa dan diamankan penyidik KPK beserta uang hasil suap sekitar Rp.600 Juta, uang tersebut diduga kuat dengan urusan proyek di Pemkab Lampung Utara.

Dalam proyek Dinas Perdagangan, Hendra diduga menyerahkan uang Rp 300 juta ke Wan Hendri. Selanjutnya, Wan Hendri menitipkan uang sebesar Rp 240 juta ke Raden sebagai orang kepercayaan Agung. Sisanya dipegang oleh Wan Hendri.

“Dalam OTT ini, KPK menemukan barang bukti Rp 200 juta sudah diserahkan ke Agung Ilmu Mangkunegara (AIM) dan kemudian diamankan dari kamar bupati,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers, Senin (7/10/2019) malam.

Diduga uang tersebut ada kaitannya dengan urusan proyek pembangunan pasar tradisional di Desa Sinar Jaya, Kecamatan Muara Sungkai senilai Rp 1,073 Miliar; pembangunan pasar tradisional di Desa Karangsari, Kecamatan Muara Sungkai senilai Rp 1,3 Miliar; dan konstruksi pembangunan pasar Rakyat Tata Karya senilai Rp 3,6 Miliar.

Pada proyek Dinas PUPR, sejak tahun 2014, sebelum Syahbuddin menjadi Kepala Dinas PUPR, ia mendapat pesan dari Agung bahwa jika ingin menjadi Kepala Dinas PUPR, harus menyiapkan setoran fee sebesar 20-25 persen dari proyek yang dikerjakan.

“Sedangkan pihak rekanan dalam perkara ini, yaitu CHS (Chandra) sejak tahun 2017 sampai dengan 2019, telah mengerjakan setidaknya 10 proyek di Kabupaten Lampung Utara. Sebagai imbalan atau fee, CHS diwajibkan menyetor uang pada AIM, melalui SYH (Syahbuddin) dan RSY (Raden),” ungkap Basaria.

Menurut Basaria, terkait proyek di Dinas PUPR, Agung diduga telah menerima uang sebesar Rp 600 juta pada Juli 2019; uang Rp 50 juta pada akhir September 2019 dan Rp 350 juta pada 6 Oktober 2019.

“Diduga uang yang diterima pada September dan Oktober 2019 itu lah yang ditemukan di rumah RSY, orang kepercayaan Bupati. Uang tersebut direncanakan digunakan sewaktu-waktu untuk kepentingan AIM,” imbuh Basaria.

Sebelumnya, Agung bersama 6 orang lainnya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) yang berlangsung pada Minggu (6/10/2019) dan Senin (7/10/2019).

Saat ini kasus Bupati Lampung Utara Non-aktif masih menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor.

2. Bupati Lampung Tengah, Mustafa

Foto ; Rec.dok/

Mustafa sebagai Bupati non-aktif Lampung Tengah, ditangkap KPK bersama 19 orang lainnya, langsung diberangkatkan ke gedung KPK di Jakarta, Kamis (15/2/2018).

19 orang yang diamankan KPK bersama Mustafa yang saat itu menjabat sebagai Bupati, mereka terdiri dari anggota DPRD Lampung Tengah, Pemkab Lampung Tengah, dan Pengusaha. Dari OTT yang dilakukan KPK tersebut, Mustafa ditetapkan menjadi tersangka suap ke anggota DPRD Lampung Tengah.

Saat ini, Mustafa sudah divonis 3 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Mustafa juga diwajibkan membayar denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan, Senin (23/7/2018).

Selain itu, pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama 2 tahun setelah selesai menjalani masa pidana pokok dijatuhkan kepada Mustafa.

Melalui persidangan Mustafa terbukti menyuap beberapa anggota DPRD Lampung Tengah sejumlah Rp 9,6 miliar. Penyuapan itu dilakuan bersama-sama Kepala Dinas Bina Marga Lampung Tengah, Taufik Rahman.

Sejumlah anggota DPRD Lampung Tengah periode 2014-2019 yang disebut menerima suap yakni, Natalis Sinaga, Rusliyanto, A. Junaidi, Raden Zugiri. Kemudian, Bunyana dan Zainuddin.

Suap yang dilakukan Mustafa tersebut, bertujuan supaya anggota DPRD memberikan persetujuan mengenai rencana pinjaman Daerah Lampung Tengah kepada PT Sarana Muti Infrastruktur (Persero) sebesar Rp 300 Miliar di Tahun Anggaran 2018.

Selain itu, tujuan suap oleh Mustafa juga kiranya anggota DPRD mau menandatangani surat pernyataan kesediaan, Pimpinan DPRD untuk dilakukan pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil Lampung Tengah dalam hal terjadi gagal bayar.

Pada 30 Januari 2019, untuk yang kedua kalinya Mustafa ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik KPK, kali ini berkaitan dengan penerimaan fee dari ijon proyek-proyek di lingkungan Dinas Bina Marga dengan kisaran fee sebesar 10 persen hingga 20 persen dari total nilai proyek yang diduga jumlah total sekitar Rp 95 miliar.

3. Bupati Lampung Selatan, Zainudin Hasan

BAGIKAN KE :
  Banner Iklan Sariksa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *