Sejarah Kabupaten Purworejo

Liputan KOLOM888 views

                   Oleh: Dr. Purwadi, M.Hum                          (Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara – LOKANTARA)

A. Purworejo pada Jaman Kerajaan Medang Kamulan

Tersebutlah kerajaan Medang Kamulan yang tersohor sebagai negeri panjang punjung pasir wukir, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem karta raharja. Rakyat hidup subur makmur, sejahtera lahir batin, murah sandang pangan papan. Mereka suka gotong royong, gugur gunung, guyub rukun, bersatu padu. Lila lan legawa kanggo mulyane negara.

Kerajaan Medang Kamulan disebut pula Medang Kawitan, Medang Gele, Medang pagele, Medang Pagelen, Medang Bagelen. Kata Medang merujuk pada suasana keselamatan, ketentraman, kemakmuran, kemeriahan, keramaian. Kawitan berarti permulaan. Keselamatan yang diiringi kemakmuran sepadan dengan kata raharjo, harjo, rejo. Permulaan sepadan dengan kata purwo. Inilah penjelasan makna kata rejo dan purwo. Bisa dibalik menjadi kata majemuk Purworejo.

Raja Medang Kamulan bernama Kanjeng Sinuwun Prabu Empu Sindok. Beliau memerintah tahun 961 sampai 998. Pemerintahan Mataram yang beribukota di daerah Dulangmas dipindah ke tepi muara Kali Brantas. Waktu itu pageblug mayangkara terjadi di sekitar kawasan Gunung Merapi, Merbabu, Sundara, Sumbing, Dieng, Slamet. Demi keselamatan bersama beliau memindahkan ibukota Kerajaan Mataram Dulangmas. Itu pun atas petunjuk wangsit gaib Syekh Subakir, saat Sang raja bertapa di Gunung Tidar.

Empu Sindok bergelar pula Kanjeng Sinuwun Prabu Suwelorojo. Pada tahun 998 beliau lengser keprabon madeg pandita. Sudah tepat waktunya tahta kerajaan Medang Bagelen diserahkan kepada putranya. Pangeran Pati telah diberi bekal yang cukup. Segala macam ilmu pengetahuan dipelajari. Ilmu Ketuhanan, kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan kemasyarakatan dikuasai dengan sempurna. Termasuk belajar tuntas tentang kawruh sangkan paraning dumadi.

Putera mahkota kerajaan Medang Kemulan temahsyur gagah berani, lincah cerdas. Namanya Joko Panuhun. Joko berarti pemuda. Panuhun bermakna tempat memohon. Secara singkat Joko Panuhun menjadi tempat berkeluh kesah bagi seluruh rakyat Medang Kamulan. Joko Panuhun menjadi tumpuan harapan bangsa. Pada tahun 998 secara resmi Joko Panuhun dilantik menjadi raja Medang Kamulan. Bergelar Kanjeng Sinuwun Prabu Darmawangsa Teguh. Berkuasa penuh atas masyarakat di wilayah perkotaan pedesaan pegunungan. Pergantian kekuasaan berjalan mulus adem ayem, lulus raharjo.

Abdi dalem Purwo Kinanthi adalah pegawai istana Medang Kamulan yang bertugas mengurusi tata cara ritual. Mereka mahir dalam bidang adat istiadat kerajaan Medang Kamulan. Peringatan jumenengan, ulang tahun kerajaan, sesaji rajaweda, upacara Suran, kirab pusaka menjadi wewenang abdi dalem purwo Kinanthi. Roh kerajaan terletak pada upacara ritual. Jiwa kewibawaan raja terletak pada kelengkapan sesaji. Maka posisi abdi dalem Purwo Kinanthi begitu strategis.

Koordinator abdi dalem Purwo Kinanthi dijabat oleh pasangan suami istri. Namanya Joko Pramono dan Roro Wetan. Mereka sudah berpengalaman dalam pengabdian. Termasuk pegawai paling senior. Bekerja sejak jaman kerajaan Medang Kamulan dipegang oleh Empu Sindok. Selama menjalankan tugas kenegaraan, Joko Pramono dan Roro Wetan selalu berprestasi. Jasa mereka sangat besar. Sang raja pun begitu sayang pada keduanya. Joko Pramono dan Roro Wetan jadi teladan utama, kinarya tepa palupi.

Tiba saatnya mereka berdua untuk pensiun. Kedua pasangan ini tahu diri. Tidak ada niat untuk berkuasa terus menerus. Segera mengajukan surat permohonan berhenti dari dinas mandra budaya. Departemen kerajaan Medang Kamulan yang membawahi abdi dalem Purwo Kinanthi. Dengan berat hati Prabu Darmawangsa Teguh mengabulkan berhenti kerja. Namun sang Prabu tetap bersikap hormat. Beliau raja gung binathara mbahu dhendha nyakrawati, hambeg adil paramarta, memayu hayuning bawana.

Joko Pramono dan Roro Wetan diberi hadiah tanah lungguh, tanah pituwas dan tanah perdikan. Tempatnya di sepanjang aliran kali Bogowonto. Pemberian ini bersifat turun tumurun. Prabu Darmawangsa memberi anugerah gelar kepada Joko Pramono dengan nama Ki Ageng Bagelen. Sedang Roro Wetan diberi gelar kehormatan Nyai Ageng Bagelen.

Prabu Darmawangsa Teguh beserta rombongan dari kerajaan Medang Kamulan berkenan hadir. Upacara penobatan Ki Ageng Bagelen dan Nyai Ageng Bagelen terjadi pada tahun 1031. Dengan tetenger tahun candra sengkala, Bumi Tri Mukseng Jalmi. Wilayah yang dihadiahkan kepada Ki Ageng Bagelen dan Nyai Ageng Bagelen diberi nama Purworejo. Nama yang indah dan mulia.

Nama Purworejo memiliki nilai filosofis tinggi. Purwo berarti kawitan. Sama dengan nama Roro Wetan. Maknanya perjuangan paling awal. Rejo artinya ramai, selamat, sentosa, ayem tentrem, subur makmur, aman damai, guyub rukun. Purworejo bermakna perjuangan awal untuk mencapai kesejahteraan lahir batin. Loh subur kang sarwa tinandur. Jinawi murah apa kang sarwa tinuku.

B. Perjalanan Kadipaten Semawung Kutoarjo

Kini giliran untuk membahas perjalanan sejarah Kabupaten Semawung. Ada babak sejarah yang khas dan unik Kadipaten Semawung yang beribukota di Kutoarjo. Supaya ada pencerahan dalam belajar sejarah yang sedang berjalan.

Kelahiran Kadipaten Semawung berhubungan dengan sejarah Mataram. Kabupaten Pati sedang bergolak. Dipimpin oleh Adipati Pragola pada tahun 1593. Adipati Pragola protes pada Panembahan Senapati yang mengambil Retno Dumilah sebagai garwa prameswari. Tindakan raja Mataram ini dianggap sebagai usaha untuk menyingkirkan Mbakyunya. Beliau adalah Kanjeng Ratu Waskitha Jawi.

Persoalan itu bisa diatasi dengan bijak oleh Panembahan Senapati. Hak waris tahta Kerajaan Mataram tetap dipegang oleh Raden Mas Jolang, yang lahir dari rahim Kanjeng Ratu Waskitha Jawi. Kelak Raden Mas Jolang dinobatkan sebagai raja Mataram tahun 1601. Bergelar Kanjeng Sinuwun Prabu Hadi Hanyokrowati yang memerintah hingga tahun 1613. Gerakan oposisi Pati pun reda. Sama sama enak. Trah Ki Ageng Penjawi, penguasa Pati tetap diperlakukan terhormat di Kerajaan Mataram.

Keturunan Adipati Pragola dan para pendherek diberi jabatan di wilayah pegunungan Menoreh dan aliran Sungai Bogowonto. Pengikut Adipati Pragola banyak yang berasal dari kota Semarang. Ketika ikut gerakan Pati, rumahnya sering suwung. Oleh karena itu, pemukiman baru di sekitar gunung Menoreh dan Kali Bogowonto dinamakan Semarang suwung. Disingkat menjadi Semawung.

Pada tahun 1604 daerah Semawung diserahkan kepada anak Adipati Pragola. Namanya Raden Mas Djoemantoko l. Dengan Sang Prabu Hadi Hanyokrowati masih saudara sepupu. Bahkan saat penobatan Raden Mas Tumenggung Djoemantoko l menjadi penguasa Semawung, raja Mataram langsung melantik secara resmi. Hubungan Kadipaten Semawung dengan pusat Mataram terlalu dekat. Semawung adalah Kadipaten yang istimewa.

Atas usul Kanjeng Sinuwun Prabu Hadi Hanyokrowati, nama Semawung juga disebut Kutoarjo. Kuto berarti wilayah perkotaan yang berfungsi untuk menjalankan roda pemerintahan. Arjo berarti sejahtera lahir batin. Kadipaten Semawung yang beribukota di Kutoarjo pun maju pesat. Nanti kawasan ini mempunyai stasiun kereta api yang besar. Sistem transportasi maju sekali. Perkebunan, pertanian tumbuh menggembirakan. Kesenian, kesusasteraan tampil mengagumkan. Itu jadi fakta historis.

Pimpinan Kadipaten Semawung dilanjutkan oleh Raden Mas Tumenggung kowou Djoemantoko ll. Beliau ahli dalam tata kelola hutan. Punya hubungan tukang ukir Jepara. Bahkan beliau juga punya usaha mebel yang sukses. Hasil usahanya digunakan untuk membiayai pembangunan Kadipaten Semawung. Kutoarjo benar benar berwujud Kuto yang Arjo. Kota yang mengalami jaman sejahtera.

Kepemimpinan Kadipaten Semawung lalu diserahkan kepada Raden Mas Tumenggung Gathuk Jinem Djoemantoko lll. Beliau terkenal sebagai Adipati yang memiliki kemampuan supra natural. Pusaka keris Kyai Sawunggalih. Berkat kesaktiannya ini, kerajaan Mataram memberi kepercayaan. Beliau sering dilibatkan dalam urusan pertahanan keamanan.

Kadipaten Semawung selanjutnya dipimpin oleh Raden Mas Tumenggung Bantjak Kertonagoro Sawunggalih l. Pada masa pemerintahan beliau, diperkenalkan warna bendera gula kelapa. Harap maklum daerah Kutoarjo tumbuh subur ragam pohon kelapa. Kerajaan Mataram setuju mengibarkan bendera gula kelapa. Ini sebagai lambang kebangsaan. Gula kelapa abang putih sang dwi warna.

Raden Mas Tumenggung Bantjak Kertonagoro Sawunggalih ll meneruskan kepemimpinan Kadipaten Semawung. Potensi alam Kutoarjo berlimpah ruah. Produksi gula kelapa perlu pemasaran. Atas ijin raja Mataram, beliau membuka hubungan dagang dengan negeri di Asia Timur, Asia Selatan, Asia Barat dan Afrika. Gula kelapa pun terjual dengan harga memadai. Rakyat bergembira ria.

Tugas mulia ini diteruskan oleh Raden Mas Soerokusumo. Beliau memimpin Kadipaten Semawung dengan gelar Raden Adipati Soerokusumo. Dibantu oleh Patih Raden Ngabehi Djojo Prabongso. Usaha perikanan di kali Bogowonto digalakkan. Beliau belajar seluk beluk budi daya perikanan di Kasultanan Deli Serdang. Hasilnya pun amat menyenangkan. Beliau juga mendapat gelar Ki Ageng Loano.

Pada tahun 1852 Sinuwun Paku Buwono Vll mengundang Raden Arya Adipati Pringgoatmodjo. Beliau penguasa Kadipaten Semawung yang ahli perkebunan. Pada tahun 1866 raja Surakarta Hadiningrat memberi tugas untuk mengembangkan budi daya teh di Ampel Boyolali.

Semawung berubah menjadi Kadipaten terkemuka di wilayah pesisir selatan. Kepemimpinan kemudian dipegang oleh Raden Arya Adipati Tumenggung Toerkidjo Poerboatmodjo tahun 1870 sampai1915. Beliau ahli dalam bidang irigasi. Bendungan sepanjang aliran Kali Bogowonto dibangun dengan megah mewah, kokoh bakoh. Pencairan lancar, pertanian gancar. Kehidupan para petani semakin gumebyar. Beliau menjalin kekerabatan dengan Pura Paku Alaman. Jaringan sosial dan kekerabatan semakin luas.

Tiba saatnya Kadipaten dipimpin oleh Kanjeng Raden Adipati Arya Poerbo Hadikoesumo. Beliau memerintah tahun 1915 sampai 1933. Kadipaten Semawung semakin maju. Kutoarjo semakin arum kuncara ngejayeng jagad raya. Pada tahun 1933 ada peristiwa sejarah besar. Kadipaten Semawung digabung dengan Kabupaten Purworejo. Bupati dijabat oleh Raden Adipati Arya Hasan Danoediningrat. Babak baru pada awal abad 20 untuk perkembangan sejarah Kabupaten Purworejo.

C. Kiprah Bupati Purworejo dalam Memakmurkan Rakyat

1. KRA Tjokronagoro l, 1830 sampai 1856.

Nama kecilnya Abdullah Hasan. Pernah belajar kepada Kyai Kasan Besari di Pondok Pesantren Gebang Tinatar Ponorogo. Bergaul akrab dengan Pujangga Raden Ngabehi Ranggawarsita. Kerap diajak membaca sastra piwulang reriptan Yasadipura. Dengan demikian KRA Tjokronagoro l adalah Bupati Purworejo yang ahli sastra bahasa sejarah budaya.

BAGIKAN KE :
  Banner Iklan Sariksa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *